#SourStory

Caramelareiina
3 min readMar 30, 2021

--

Art Loving

Siang menjelang senja itu cukup cerah bagi siapapun yang sedang menikmati hari liburnya. Duduk di teras rumah menggenggam buku novel favorit dengan kalimat-kalimat indah di dalamnya. Playlist spotify mengalun dengan merdu yang sengaja di putar melalui speaker mungil berwarna putih di atas meja bersama segelas es jeruk segar di sana.

Adapun kutipan yang ku dapat di selembar novel itu berbunyi ;

Beradaptasilah. Hidup ini keras, buktikan dirimu kuat. Yang membedakan pemenang dengan pecundang hanya satu; pemenang tau cara berdiri saat jatuh, pecundang lebih nyaman tetap ada di posisi jatuh.

Kutipan itu cukup bagus di baca berulang-ulang ketika kamu mulai merasa ingin menyerah dengan segala masalah yang sedang kamu lalui. Mungkin masalahmu akan tetap sama hanya saja, mungkin kamu akan mendapat energi yang positif setelah membaca itu.

Segera ku ambil highlighter berwarna biru muda dari tempat pensil dan ku tandai kutipan itu agar aku mudah menemukan kutipan itu di antara ribuan kata di sana.

Sebuah sinar berwarna jingga memaksa masuk kedalam retina, menerobos begitu saja sehingga membuatku sedikit memicingkan mata karna silau. Kutatap langit berwarna biru muda itu. Awan-awan menari disana membentuk aneka macam bentuk yang abstrak. Indahnya langit siang itu.

Meongg… meonggg.. meong…

Seekor kucing oren mengengon di bawah kakiku dan sesekali menggeliat manja disana. Tak bisa ku tahan rasa gemas pada kucing kesayanganku itu, ku raih tubuhnya kedalam pelukan dan ia hanya menurut bahkan bertambah manja di pelukanku. Ku usap dengan penuh kasih sayang bulu-bulu lebat itu yang memberikannya rasa nyaman padaku.

Angin cukup bertiup dengan santai. Menerbangkan ujung dress putih selutut yang kupakai. Menghabiskan waktu dengan buku dan musik adalah hal yang paling menyenangkan. Hal yang tak bisa di bayar dengan apapun.

Buku, musik, perjalanan, kucing, dan makanan adalah hal favoritku yang benar-benar bisa membuatku bahagia dalam seketika. Untuk cuaca aku bisa saja menyesuaikannya. Entah itu cerah,mendung atau hujan aku selalu bisa menyesuaikan suasana hatiku.

Kebetulan hari ini cuaca sangat cerah membuatku besemangat menghabiskan buku-buku dan film yang sempat tertunda karena beberapa pekerjaan yang melelahkan. Melelahkan bukan kaena banyak yang ku kerjakan tapi, lelah karena hatiku tak memilih untuk mengerjakannya. Mungkin bisa di bilang terpaksa melakukannya atau mungkin di paksa oleh keadaan.

Aroma vanilla mengembang semerbak di udara. Mataku sejenak terpejam menghirup aroma vanilla bercampur aroma badan khas sosok itu yang baru datang melewati gerbang besi depan rumahku yang di tumbuhi rerumputan menjalar di sisinya.

Senyumnya mengembang bersamaan dengan ujung matanya yang menyipit. Aku pun membalas senyuman itu dengan senang hati. Kaos hitam dipadukan jaket hitam di badan selalu menjadi cirikhasnya.

Ku beri nama “Silver” agar tak selalu kata “dia” ku sebutkan dalam cerita ini. Karena “dia” sudah menjadi masalalu yang tak pernah lagi ku ukir dalam cerita-ceritaku.

“Hi, Sours.. I miss you so much.”

Begitu katanya dan memelukku.

Kuhirup dalam-dalam aroma vanilla yang membuatku begitu tergila-gila pada Silver ketika kedua tangannya melingkar di tubuh mungilku ini. Dengan sesekali ia mengacak-acak rambutku mungkin karena gemas.

Aku pun menyuruhnya duduk dan pergi kedapur untuk mengambil segelas jus jeruk untuknya. Sekembalinya aku dari dapur Oren sudah berada di pangkuan Silver dan bermanja-manja di sana. Seolah tahu bahwa Sour and Silver sangat menyayanginya.

Kami berbincang begitu seru sampai tak terasa senja mulai datang. Silver mengulurkan tangannya padaku. “Sour, come with me..” tak perlu di tebak lagi aku langsung meraih tangan itu dan ikut dengannya.

Entah kemana Silve akan membawaku, tapi aku cukup tak memperdulikan itu sebab Silver adalah sosok yang begitu ku kagumi dan kupercaya.

Dengan tubuh yang bisa dibilang cukup tinggi 177 cm dan badan yang berisi, Silver tetap cocok dimataku mengendarai scooter metik putih milikku. Kami berkendara menyusuri jalanan di pinggir pantai bersama senja yang menjadi latar.

Silver tahu aku tak suka menaiki motor besar miliknya. Sebab aku akan kesulitan untuk menaiki dan turun dari motornya dengan kaki pendekku ini. Kupeluk erat pinggangnya, ku sandarkan kepalau pada pundaknya yang tegap, yang begitu ku kagumi dari belakang. Sesekali tangan kirinya memegang tanganku yang melingkar di pingangnya.

Aku tak tahu perasaan apa ini, tapi perasaan seperti ada ribuan kupu-kupu terbang di dalam perutku selalu ku rasakan saat bersamanya. Sampai aku sadar bahwa itu adalah perasan bahwa kau sedang fall in love with someone.

Sudah hampir lima tahun kami bersama tapi Sour masih mersakan hal yang sama dan tak berubah sedikitpun. Begitu juga dengan Silver yang tak pandai menutupi perasaanya sehingga terlalu mudah bagi Sour untuk mengetahuinya.

“From Sour to Silver.”

--

--

Caramelareiina

Penulis kecil dengan segudang imajinasi yang belum sempat di rangkai.